Setelah mengagetkan kaum muslimin Indonesia dengan fatwa
sesatnya yang intinya "Boleh tidak berjilbab", ternyata Prof.
DR. Quraiys Syihab – semoga Allah memberi hidayah kepadanya- juga
mengagetkan rakyat muslim Indonesia dengan fatwanya "Boleh
mengucapkan selamat hari natal".
Kalau dalam permasalahan jilbab Qurasiy Syihab menipu rakyat
muslim Indonesia dengan menyatakan bahwa ada ulama yang membolehkan
untuk tidak berjilbab –sehingga diapun memilih pendapat boleh
tidak berjilbab sehingga diterapkan oleh sang putri Najwa Syihab-
(lihat video Quraisy Syihab yang menjadikan jilbab lelucon,
http://www.youtube.com/watch?v=psyjuCd_6kk),
maka pada permasalahan Natalan kembali lagi Quraisy Syihab mengesankan
kepada muslim Indonesia dengan menyatakan bahwa ada ulama yang
membolehkan mengucapkan selamat natalan !.
Maka kita bertanya kepada sang Prof, ulama dari madzhab
manakah yang membolehkan ucapan selamat natal kepada kaum nashrani?. Dalam
kitab apakah pernyataan mereka tersebut?.
Sesungguhnya permasalahan mengucapkan selamat kepada
perayaan orang-orang kafir bukanlah permasalahan yang baru, para
ulama terdahulu telah membahas permasalahan ini. Akan tetapi ternyata
kita dapati bahwa para ulama telah berijmak (sepakat) bahwa memberi
ucapan atas perayaan orang-orang kafir hukumnya haram. Berikut perkataan
para ulama dari 4 madzhab tentang permasalahan ini :
(1) Madzhab Hanafiyah
Dalam kitab-kitab fikih madzhab Hanafi termaktub sebagai
berikut :
قَالَ - رَحِمَهُ اللَّهُ - (وَالْإِعْطَاءُ بِاسْمِ النَّيْرُوزِ وَالْمِهْرَجَانِ
لَا يَجُوزُ) أَيْ الْهَدَايَا بِاسْمِ هَذَيْنِ الْيَوْمَيْنِ حَرَامٌ بَلْ كُفْرٌ وَقَالَ
أَبُو حَفْصٍ الْكَبِيرُ
- رَحِمَهُ اللَّهُ - لَوْ أَنَّ رَجُلًا عَبَدَ اللَّهَ تَعَالَى خَمْسِينَ
سَنَةً ثُمَّ جَاءَ يَوْمُ النَّيْرُوزِ وَأَهْدَى إلَى بَعْضِ الْمُشْرِكِينَ
بَيْضَةً يُرِيدُ تَعْظِيمَ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَقَدْ
كَفَرَ وَحَبَطَ عَمَلُهُ وَقَالَ صَاحِبُ الْجَامِعِ الْأَصْغَرِ
إذَا أَهْدَى
يَوْمَ النَّيْرُوزِ إلَى مُسْلِمٍ آخَرَ وَلَمْ يُرِدْ بِهِ تَعْظِيمَ الْيَوْمِ وَلَكِنْ عَلَى مَا
اعْتَادَهُ بَعْضُ النَّاسِ لَا يَكْفُرُ وَلَكِنْ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ لَا يَفْعَلَ ذَلِكَ فِي
ذَلِكَ الْيَوْمِ
خَاصَّةً وَيَفْعَلُهُ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ لِكَيْ لَا يَكُونَ تَشْبِيهًا بِأُولَئِكَ الْقَوْمِ،
وَقَدْ قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ»
Abul Barokaat An-Nasafi Al-Hanafi (wafat 710 H) berkata :
"Dan memberikan hadiah dengan nama hari raya Nairus dan Mihrojaan
tidak diperbolehkan". Yaitu
memberikan hadiah-hadiah dengan nama kedua hari raya ini adalah haram
bahkan kekufuran. Berkata Abu Hafsh Al-Kabiir rahimahullah : "Kalau
seandainya seseorang menyembah Allah Ta'aalaa selama 50 tahun kemudian
tiba hari perayaan Nairuuz dan ia memberi hadiah sebutir telur kepada
sebagian kaum musyrikin, karena ia ingin mengagungkan hari tersebut maka
ia telah kafir dan telah gugur amalannya". Penulis kitab Al-Jaami'
As-Ashghor berkata : "Jika pada hari raya Nairuz ia memberikan hadiah
kepada muslim yang lain, dan dia tidak ingin mengagungkan hari tersebut
akan tetapi hanya mengikuti kebiasaan/tradisi sebagian masyarakat maka ia
tidaklah kafir, akan tetapi hendaknya ia tidak melakukannya pada hari
tersebut secara khusus, namun ia melakukannya sebelum atau sesudah hari
tersebut agar tidak merupakan tasyabbuh dengan mereka. Dan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda ((Barang siapa yang
meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dari mereka)).(Al-Bahr Ar-Rooiq
Syarh Kanz Ad-Dqooiq, karya Ibnu Nujaim Al-Mishri, beserta Takmilahnya
8/555, Lihat juga Tabyiinul Haqooiq SYarh Kanz Ad-Daqooiq, karya
Az-Zaila'i 6/228)
(2) Madzhab Malikiah
Berkata Ibnu Al-Haaj Al-Maliki (wafat 737 H) :
وَبَقِيَ الْكَلَامُ عَلَى الْمَوَاسِمِ الَّتِي اعْتَادَهَا أَكْثَرُهُمْ
وَهُمْ يَعْلَمُونَ أَنَّهَا مَوَاسِمُ مُخْتَصَّةٌ بِأَهْلِ الْكِتَابِ فَتَشَبَّهَ بَعْضُ
أَهْلِ الْوَقْتِ بِهِمْ فِيهَا وَشَارَكُوهُمْ فِي تَعْظِيمِهَا يَا لَيْتَ ذَلِكَ لَوْ كَانَ فِي الْعَامَّةِ
خُصُوصًا وَلَكِنَّك تَرَى بَعْضَ مَنْ يَنْتَسِبُ إلَى الْعِلْمِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ... بَلْ زَادَ
بَعْضُهُمْ أَنَّهُمْ يُهَادُونَ
بَعْضَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِي مَوَاسِمِهِمْ وَيُرْسِلُونَ إلَيْهِمْ مَا يَحْتَاجُونَهُ
لِمَوَاسِمِهِمْ فَيَسْتَعِينُونَ بِذَلِكَ عَلَى زِيَادَةِ كُفْرِهِمْ ...
وَقَدْ جَمَعَ هَؤُلَاءِ بَيْنَ التَّشَبُّهِ بِهِمْ فِيمَا ذُكِرَ وَالْإِعَانَةِ
لَهُمْ عَلَى كُفْرِهِمْ فَيَزْدَادُونَ بِهِ طُغْيَانًا إذْ أَنَّهُمْ إذَا رَأَوْا الْمُسْلِمِينَ
يُوَافِقُونَهُمْ أَوْ يُسَاعِدُونَهُمْ،
أَوْ هُمَا مَعًا كَانَ ذَلِكَ سَبَبًا لِغِبْطَتِهِمْ بِدِينِهِمْ وَيَظُنُّونَ أَنَّهُمْ عَلَى
حَقٍّ وَكَثُرَ هَذَا بَيْنَهُمْ.
أَعْنِي الْمُهَادَاةَ حَتَّى إنَّ بَعْضَ أَهْلِ الْكِتَابِ لَيُهَادُونَ بِبَعْضِ مَا يَفْعَلُونَهُ
فِي مَوَاسِمِهِمْ لِبَعْضِ مَنْ لَهُ رِيَاسَةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَيَقْبَلُونَ ذَلِكَ
مِنْهُمْ وَيَشْكُرُونَهُمْ
وَيُكَافِئُونَهُمْ. وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْكِتَابِ يَغْتَبِطُونَ بِدِينِهِمْ وَيُسَرُّونَ
عِنْدَ قَبُولِ الْمُسْلِمِ ذَلِكَ مِنْهُمْ
Tersisa pembicaraan tentang musim-musim (hari-hari raya)
yang biasa dilakukan oleh kebanyakan mereka padahal mereka mengetahui
bahwasanya hari-hari raya tersebut adalah khusus hari raya ahul kitab.
Maka sebagian orang zaman ini bertasyabbuh dengan mereka (ahlul
kitab), menyertai mereka dalam mengagungkan hari-hari raya tersebut.
Duhai seandainya tasyabbuh tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang
muslim awam, akan tetapi engkau melihat sebagian orang yang
berafiliasi kepada ilmu juga melakukan hal tersebut …
Bahkan sebagian mereka lebih parah lagi hingga mereka memberikan hadiah
kepada sebagian ahlul kitab pada hari-hari raya mereka, mengirimkan untuk
mereka apa yang mereka butuhkan dalam perayaan mereka, sehingga dengan hal
ini para ahlul kitab terbantukan untuk lebih terjerumus dalam
kekafiran…
Maka mereka telah menggabungkan antara tasyabbuh dengan
ahlul kitab…dan membantu mereka dalam kekafiran mereka. Maka ahlul
kitab semakin parah kekufuran mereka, karena jika mereka melihat
kaum mulsimin menyepakati/bertasyabbyh dengan mereka atau membantu
mereka atau sekaligus dua-duanya, maka hal ini merupakan sebab
menjadikan mereka senang/bangga dengan agama mereka, dan mereka
menyangka bahwasanya mereka berada di atas kebenaran, dan inilah yang
banyak terjadi pada mereka, maksudku adalah saling memberi hadiah. Sampai-sampai
sebagian ahlul kitab sungguh memberikan hadiah berupa sebagian hasil hari
raya mereka kepada sebagaian orang yang memiliki kepemimpinan dari
kalangan kaum muslimin, lalu merekapun menerima hadiah tersebut dan
berterima kasih memberi balasan kepada para pemberi hadiah (ahlul kitab).
Dan mayoritas ahlul kitab bangga dengan agama mereka serta bergembira
tatkala ada seorang muslim yang menerima hadiah hari raya
mereka…(Al-Madkhol 2/46-48)
(3) Madzhab Syafi'iyyah
para ulama madzhab Syafi'iyyah telah mengharamkan
mengucapkan selamat atas hari raya orang-orang kafir. Bahkan orang yang
memberi selamat ini berhak untuk dita'zir (dihukum) !!! Al-Khothiib Asy-Syarbini berkata "Dan dita'ziir (dihukum) orang yang menyepakati
orang-orang kafir dalam perayaan-perayaan mereka. Demikian juga dita'zir
orang yang memegang ular dan masuk dalam api, dan orang yang berkata
kepada kafir dzimmi "Yaa Haaji", dan orang yang memberi selamat
kepada perayaan orang kafir, dan orang yang menamakan penziarah kuburan
orang-orang sholeh sebagai haji, dan orang yang berusaha melakukan
namimah" (Mughni Al-Muhtaaj 4/255) Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata :
ثُمَّ رَأَيْت بَعْضَ أَئِمَّتِنَا الْمُتَأَخِّرِينَ ذَكَرَ ما يُوَافِقُ
ما ذَكَرْتُهُ فقال وَمِنْ أَقْبَحِ الْبِدَعِ مُوَافَقَةُ الْمُسْلِمِينَ النَّصَارَى في
أَعْيَادِهِمْ بِالتَّشَبُّهِ بِأَكْلِهِمْ وَالْهَدِيَّةِ لهم وَقَبُولِ هَدِيَّتِهِمْ فيه وَأَكْثَرُ الناس
اعْتِنَاءً بِذَلِكَ الْمِصْرِيُّونَ وقد قال صلى اللَّهُ عليه وسلم من
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ منهم بَلْ قال ابن الْحَاجِّ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَبِيعَ
نَصْرَانِيًّا شيئا من مَصْلَحَةِ عِيدِهِ لَا لَحْمًا وَلَا أُدْمًا وَلَا ثَوْبًا، وَلَا يُعَارُونَ
شيئا وَلَوْ
دَابَّةً إذْ هو مُعَاوَنَةٌ لهم على كُفْرِهِمْ، وَعَلَى وُلَاةِ الْأَمْرِ
مَنْعُ الْمُسْلِمِينَ من ذلك
"Kemudian aku melihat sebagian imam-imam kami dari
kalangan mutakhirin (belakangan) telah menyebutkan apa yang sesuai dengan
apa yang telah aku sebutkan. Ia berkata : "Dan diantara bid'ah yang
paling buruk adalah kaum muslimin menyepakati kaum nashrani dalam
perayaan-perayaan mereka, yaitu dengan meniru-niru mereka dengan memakan
makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, menerima hadiah dari mereka.
Dan orang yang paling memberi perhatian akan hal ini adalah orang-orang
Mesir. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,
"Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dari
mereka"
Bahkan Ibnul Haaj telah berkata, "Tidak halal bagi
seorang muslim untuk menjual bagi seorang nashrani apapun juga yang
berkaitan dengan kemaslahatan perayaan mereka, baik daging, sayur, maupun
baju. Dan tidak boleh kaum muslimin meminjamkan sesuatupun juga kepada
mereka meskipun hanya meminjamkan hewan tunggangan karena ini adalah
bentuk membantu mereka dalam kekafiran mereka. Dan wajib bagi
pemerintah untuk melarang kaum muslimin dari hal tersebut"
(Al-Fataawaa Al-Fiqhiyah Al-Kubro 4/238) (4) Madzhab Hanbali Dalam kitab Al-Iqnaa' :
ويحرم شهود عيد اليهود والنصارى وبيعه لهم فيه ومهاداتهم لعيدهم ويحرم بيعهم ما
يعملونه كنيسة أو تمثالا ونحوه وكل ما فيه تخصيص كعيدهم وتمييز لهم وهو
من التشبه بهم والتشبه بهم منهي عنه إجماعا وتجب عقوبة فاعله
"Dan haram menyaksikan perayaan yahudi dan nashoro, dan
haram menjual kepada mereka dalam perayaan tersebut serta haram memberi
hadiah kepada mereka karena hari raya mereka. Haram menjual kepada mereka
apa yang mereka gunakan (dalam acara mereka) untuk membuat gereja
atau patung dan yang semisalnya (seperti untuk buat salib dll-pen).
Dan haram seluruh perkara yang yang menunjukkan pengkhususan mereka seperti
perayaan mereka, dan seluruh perkara yang menunjukkan pembedaan bagi
mereka, dan ini termasuk bentuk tasyabbuh (meniru-niru) mereka, dan
bertayabbuh dengan mereka diharamkan berdasarkan ijmak (kesepakatan/konsus)
para ulama. Dan wajib memberi hukuman kepada orang yang melakukan hal
ini" (Al-Iqnaa' fi Fiqh Al-Imam Ahmad bin
Hanbal 2/49) Ijmak ulama akan hal ini telah disebutkan
oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya "Ahkaam Ahli
Adz-Dzimmah", beliau berkata:
وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم
وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم
قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك
أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب
الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ولا يدري قبح
ما فعل
"Adapun memberi selamat terhadap perayaan-perayaan
kufur yang khusus maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan (para ulama)
seperti seseorang (muslim) memberi selamat kepada mereka (orang-orang
kafir) atas perayaan-perayaan mereka. Maka ia berkata "Perayaan
yang diberkahi atasmu…" atau "Selamat gembira dengan perayaan
ini" atau yang semisalnya. Maka perbuatan seperti ini –kalau
pengucapnya selamat dari kekufuran- maka perbuatan ini merupakan
keharaman, dan kedudukannya seperti jika ia memberi ucapan selamat kepada
orang yang sujud ke salib. Bahkan hal ini lebih parah dosanya di sisi
Allah dan lebih di murkai dari pada jika ia mengucapkan selamat kepada
orang yang minum khomr (bir) atau membunuh orang lain, atau melakukan
zina dan yang semisalnya. Banyak orang yang tidak memiliki ilmu agama
yang cukup terjerumus dalam hal ini, dan mereka tidak tahu akan
buruknya perbuatan mereka." (Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah 1/441, tahqiq :
Yusuf bin Ahmad Al-Bakry dan Syaakir bin Taufiiq, cetakan Romaady li
An-Nasyr, cetakan pertama 1418 H/1997 M) Syaikh Ali Mahfudz Al Azhary berkata:
مما ابتلي به المسلمون وفشا بين العامة والخاصة مشاركة أهل الكتاب من اليهود
والنصارى في كثير من مواسمهم كاستحسان كثير من عوائدهم ، وقد كان صلى الله
عليه وسلم يكره موافقة أهل الكتاب في كل أحوالهم حتى قالت اليهود أن محمداً يريد ألا يدع من أمرنا
شيئاً إلا خالفنا فيه .. فانظر هذا مع ما يقع من الناس اليوم من العناية بأعيادهم وعاداتهم ، فتراهم يتركون
أعمالهم من الصناعات والتجارات والاشتغال بالعلم في تلك المواسم ويتخذونها
أيام فرح وراحة يوسعون فيها على أهليهم ويلبسون أجمل الثياب ويصبغون فيها البيض لأولادهم كما يصنع أهل
الكتاب من اليهود والنصارى ، فهذا وما شاكله مصداق قول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث لصحيح "لتتبعن
سَنن من قبلكم شبراً بشبر وذراعاً بذراع حتى لو دخلوا جحر ضب لتبعتموهم" قلنا : يا رسول الله ،
اليهود والنصارى ؟ قال " فمن غيرهم" رواه
البخاري عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه .. فعلى من يريد السلامة في دينه
وعرضه أن يحتجب في بيته في ذلك اليوم المشئوم ويمنع عياله وأهله وكل من
تحت ولايته عن الخروج فيه حتى لا يشارك اليهود والنصارى في مراسمهم والفاسقين في أماكنهم ويظفر بإحسان
الله ورحمته
"Diantara musibah yang menimpa kaum muslimin baik
kalangan awam ataupun orang-orang khusus adalah ikut sertanya kaum
muslimin pada perayaan hari-hari besar mereka (ahli kitab) baik yahudi
maupun nasrani, serta menganggap baik perayaan hari besar mereka. Padahal Rasulullah
shallahu alaihi wasallam sangat membenci sikap menyamai ahli kitab dalam
hal apapun. Sampai-sampai orang yahudi berkata: "Sesungguhnya
Muhammad tidak meninggalkan sesuatu dari urusan kami melainkan dia
menyelisihi kami dalam urusan itu.."
Bandingkan sikap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dengan realita yang terjadi pada manusia hari ini, yaitu dengan turut
sertanya mereka dalam perayaan dan kebiasaan ahli kitab. Engkau dapati
pada hari-hari besar itu kaum muslimin meninggalkan pekerjaan mereka
baik dipabrik-dipabrik atau meninggalkan perdagangannya dan
kesibukannya dalam menuntut ilmu. Mereka menjadikan hari-hari itu sebagai
hari untuk bergembira dan rehat. Mereka memanjakan keluarga, memakai
baju baru, mewarnai telur untuk anak-anak sebagaimana yang dilakukan
oleh ahli kitab dari kalangan yahudi dan nashrani. Hal ini dan yang semisalnya
merupakan bukti kebenaran sabda Rasulullah shallahu alaihi wasallam dalam
hadits shohih; "Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga
apabila mereka masuk kedalam lubang dhob, kalian juga akan mengikutinya.
Kami berkata: Ya Rasullah, Apakah mereka orang-orang yahudi dan
nasrani, Rasul bersabda, "siapa lagi kalau bukan mereka..?" (HR.
Bukhori dari Abi said Al Khudry radhiallahu anhu)
Oleh karenanya, bagi siapa saja yang menginginkan
keselamatan terhadap agama dan kehormatannya. Maka hendaklah dia tetap
berada dirumahnya dan melarang anak-anak dan keluarganya atau siapa saja
yang berada dibawah tanggungannya untuk keluar pada hari itu. Juga
mencegah mereka agar tidak ikut serta dengan orang-orang Yahudi dan
Nashrani pada kegiatan mereka serta kegiatan orang-orang fasiq
ditempat-tempat mereka" (diringkas dari kitab Al Ibdaa' fi madhaaril
ibtidaa' halaman 274-276)
Alhamdulillah ketua MUI telah melarang mengucapkan selamat natal
Kerancuan Pendalilan DR Quraisy Syihab
DR Quraisy Syihab –semoga Allah memberi petunjuk
kepada beliau- berdalil dengan pendalilan yang tidak nyambung. Dalil
yang diutarakan oleh Quraisy Syihab adalah tentang bolehnya
mengucapkan السِّلاَم kepada
ahlul kitab, yang kemudian ia analogikan dengan mengucapkan "Selamat
Hari Natal…". Ini sungguh merupakan pendalilan yang sangat lucu, yang
tidak tergambarkan keluar dari seorang yang telah menulis sebuah buku
tafsir !. Ini adalah bentuk pengacauan dan pencampur adukan antara bahasa
arab dengan bahasa Indonesia.
Karena kata "Selamat" dalam bahasa Indonesia
diucapkan untuk memberi sambutan kegembiraan kepada seseorang. Karenanya
orang indonesia mengucapkan selamat kepada orang yang naik pangkat, atau
orang yang lulus, atau orang yang merayakan tahun baru, atau orang yang
merayakan ulang tahun, dan segala perkara yang menunjukkan kesenangan.
Yang kata "Selamat" dalam istilah orang Indonesia kalau
diartikan dalam bahasa arab adalah "Tahni'ah" (التَّهْنِئَةُ) yaitu ungkapan ikut bergembira yang
merupakan lawan dari "Ta'ziyah" (التَّعْزِيَةُ) yaitu ungkapan ikut bersedih dan
bela sungkawa.
Adapun as-Salaam (السَّلاَمُ) dalam bahasa Arab artinya keselamatan, yang ini
diungkapkan tatkala bertemu untuk menyapa seseorang dengan berkata,
"Assalaamu 'alaikum" yang artinya "Keselamatan atas
kalian", dan bukan artinya ucapan ikut gembira. Karenanya merupakan
adat orang Arab yang saya temukan di kota Madinah kalau mereka mendengar
ada seseorang masuk rumah sakit maka mereka segera berkata
"Salamaat" (سَلاَمَات) yang
artinya semoga selamat dan tidak mengapa orang tersebut!., bukan
sebagaimana istilah orang Indonesia yang artinya "Selamat masuk rumah
sakit"?!. Inilah kerancuan cara berpikir dan berdalil DR Quraisy
Syihaab tatkala membolehkan mengucapkan selamat Natal. Berikut dua dalil pembolehan yang disebutkan oleh DR Quraiys
Syihab :
PERTAMA (Pendalilan Dengan Hadits):
((Soal: Bolehkan kita mengucapkan salam dan atau “Selamat
Natal” kepada pemeluk Nasrani?
Jawab:
Ada hadits—antara lain diriwayatkan oleh Imam Mulis—yang
melarang seorang Muslim memulai mengucapkan salam kepada orang Yahudi
dan Nasrani. Hadits tersebut menyatakan, “Janganlah memulai salam
kepada orang Yahudi dan Nasrani. Jika kamu bertemu mereka di jalan, jadikanlah
mereka terpaksa ke pinggir.”
Ulama berbeda paham tentang makna larangan tersebut. Dalam
buku Subul as-Salam karya Muhammad bin Ismail al-Kahlani (jil. IV, hlm.
155) antara lain dikemukakan bahwa sebagian ulama bermadzhab Syafi’i
tidak memahami larangan tersebut dalam arti haram, sehingga mereka memperbolehkan
menyapa non-Muslim dengan ucapan salam. Pendapat ini merupakan juga
pendapat sahabat Nabi, Ibnu Abbas. Al-Qadhi Iyadh dan sekelompok ulama
lain membolehkan mengucapkan salam kepada mereka kalau ada kebutuhan.
Pendapat ini dianut juga oleh Alqamah dan al-Auza’i.
Penulis cenderung menyetujui pendapat yang membolehkan itu,
karena agaknya larangan tersebut timbul dari sikap permusuhan
orang-orang Yahudi dan Nasrani ketika itu kepada kaum Muslim. Bahkan dalam
riwayat Bukhari dijelaskan tentang sahabat Nabi, Ibnu Umar, yang
menyampaikan sabda Nabi saw bahwa orang Yahudi bila mengucapkan salam
terhadap Muslim tidak berkata, “Assalamu’alaikum,” tetapi “Assamu’alaikum”
yang berarti “Kematian atau kecelakaan untuk Anda.”))
Komentar :
Pertama : Telah jelas dalam kitab Subulus Salam karya
As-Shon'ani bahwasanya mayoritas ulama baik ulama salaf maupun kholaf
(ulama belakangan) mengharamkan memulai mengucapkan salam kepada Ahlul
Kitab, dan hanya sebagian kecil ulama yang membolehkan. Akan tetapi
DR Quraisy Syihab malah memilih pendapat segelintir ulama, dan meninggalkan
pendapat mayoritas ulama salaf dan kholaf.
Kedua : Dalil para ulama yang membolehkan memulai salam
kepada Ahlul Kitab adalah karena keumuman ayat dan hadits yang
memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat dan berkata yang baik kepada
manusia. Seperti firman Allah
وَقُوْلُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
"Dan berucaplah kepada manusia dengan perkataan yang
baik" (QS Al-Baqoroh : 83)
Hal ini berbeda dengan pendalilan Quraisy Syihab yang
berkata : "Karena agaknya larangan tersebut timbul dari sikap
permusuhan orang-orang Yahudi dan Nasrani ketika itu kepada kaum
Muslim". Saya tidak tahu apakah ada ulama yang berpemahaman seperti
pemahaman Quraisy Syihab bahwa 'illah larangan memulai salam karena sikap
yahudi dan nashrani yang memusuhi tatkala itu?? Tentunya menurut pemahaman Quraisy
Syihab kalau telah hilang 'illah maka hilang hukumnya. Jika kaum yahudi
dan nashrani tidak lagi memusuhi kaum muslimin maka tidak mengapa kita
memulai memberi salam.
Ketiga : Kalaupun kita menerima 'illah (sebab) yang
merupakan kreasi DR Quraisy Syihab bahwasanya hukum larangan karena
permusuhan ahlul kitab, maka kita katakan berarti larangan tersebut tidak
akan pernah berubah, karena sampai kapanpun kaum Yahudi dan Nashrani akan
terus memusuhi kaum muslimin, meskipun tidak berperang dengan senjata.
Allah berfirman
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS Al-Baqoroh : 120)
Keempat : Kalaupun kita menerima pendapat DR Quraiys Syihab
bahwasanya boleh memberi salam kepada ahlul kitab, maka bagaimanapun
pendalilan ini tidak nyambung, karena –sebagaimana telah lalu- pendalilan
dengan bahasa Arab untuk Bahasa Indonesia !.
KEDUA (Pendalilan Dengan Ayat);
DR Quraisy Syihab berkata ((Sebenarnya, dalam Al-Quran ada
ucapan selamat atas kelahiran ‘Isa: Salam sejahtera (semoga)
dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari aku wafat, dan pada hari
aku dibangkitkan hidup kembali (QS. Maryam [19]: 33). Surah ini mengabadikan
dan merestui ucapan selamat Natal pertama yang diucapkan oleh Nabi mulia
itu…
Ucapan selamat atas kelahiran Isa (Natal), manusia agung
lagi suci itu, memang ada di dalam Al-Quran, tetapi kini perayaannya
dikaitkan dengan ajaran Kristen yang keyakinannya terhadap Isa al-Masih
berbeda dengan pandangan Islam. Nah, mengucapkan “Selamat Natal”
atau menghadiri perayaannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan
dapat mengantarkan kita pada pengaburan akidah. Ini dapat dipahami
sebagai pengakuan akan ketuhanan al-Masih, satu keyakinan yang secara mutlak bertentangan
dengan akidah Islam. Dengan alasan ini, lahirlah larangan fatwa haram
untuk mengucapkan “Selamat Natal”, …))
((Di pihak lain, ada juga pandangan yang membolehkan ucapan
“Selamat Natal”. Ketika mengabadikan ucapan selamat itu, al-Quran
mengaitkannya dengan ucapan Isa, “Sesungguhnya aku ini, hamba Allah. Dia
memberiku al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.” (QS. Maryam [19]:
30).
Nah, salahkah bila ucapan “Selamat Natal” dibarengi dengan
keyakinan itu? Bukankah al-Quran telah memberi contoh? Bukankah ada juga
salam yang tertuju kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga Ilyas,
serta para nabi lain? Bukankah setiap Muslim wajib percaya kepada
seluruh nabi sebagai hamba dan utusan Allah? Apa salahnya kita
mohonkan curahan shalawat dan salam untuk Isa as, sebagaimana kita
mohonkan untuk seluruh nabi dan rasul? Tidak bolehkan kita merayakan hari
lahir (natal) Isa as?... ((Seperti terlihat, larangan muncul dalam rangka
upaya memelihara))akidah, karena kekhawatiran kerancuan pemahaman. Oleh karena
itu, agaknya larangan tersebut lebih banyak ditujukan kepada mereka
yang dikhawatirkan kabur akidahnya. Nah, kalau demikian, jika seseorang ketika
mengucapkannya tetap murni akidahnya atau mengucapkannya sesuai dengan
kandungan “Selamat Natal” yang Qur’ani, kemudian mempertimbangkan kondisi
dan situasi di mana ia diucapkan sehingga tidak menimbulkan kerancuan
akidah bagi dirinya dan Muslim yang lain—maka agaknya tidak beralasanlah
larangan itu. Adakah yang berwewenang melarang seseorang membaca atau
mengucapkan dan menghayati satu ayat al-Qur’an?))
Komentar :
Pertama : Tidak ada seorang ahli tafsirpun yang memahami
bahwasanya ayat ini adalah untuk pemberian selamat ulang tahun bagi Nabi
Isa 'alaihis salaam. Ini adalah model tafsir baru yang merupakan kreasi
DR Qurasiy Syihab. Rupanya apa yang dipahami oleh DR Qurasiy Syihab telah terluputkan
oleh seluruh mufassir.
Adapun para ahli tafsir menyebutkan makna (السلام
علي) "Keselamatan atasku",
yaitu Nabi Isa terselamatkan dari gangguan syaitan tatkala terlahirkan,
tatkala meninggal dan tatkala dibangkitkan.
Kedua : -Sebagaimana telah lalu-, ayat ini hanyalah
menjelaskan atas keselamatan bagi Nabi Isa tatkala lahir bukan maksudnya
memberi ucapan selamat atas kelahirannya !. telah lalu ini adalah bentuk
perancuan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia
Ketiga : Kalaupun kita tafsirkan sesuai dengan tafsir DR
Qurasiy Syihab, berarti dianjurkan juga kita bergembira mengucapkan
selamat atas kematian Nabi Isa 'alaihis salaam?. Demikian juga bergembira
atas kematian Nabi Yahya 'alaihis salaam?.
Karena dalam ayat ucapan As-Salaam pada kelahiran dan pada
kematian. Allah berfirman :
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ
أُبْعَثُ حَيًّا
(٣٣(
Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu (Nabi Isa),
pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali". (QS Maryam : 33)
وَسَلامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ
حَيًّا (١٥(
Kesejahteraan atas dirinya (Nabi Yahya 'alaihis salam) pada
hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia
dibangkitkan hidup kembali. (QS Maryam : 15)
Nah, sejak kapan dan dalam syari'at mana yang menganjurkan
bergembira atas kematian seorang nabi?
Keempat : DR Quraisy Syihab berkata ((Di pihak lain, ada
juga pandangan yang membolehkan ucapan “Selamat Natal”. Ketika
mengabadikan ucapan selamat itu, al-Quran mengaitkannya dengan ucapan
Isa, “Sesungguhnya aku ini, hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab dan
Dia menjadikan aku seorang Nabi.” (QS. Maryam [19]: 30). Nah,
salahkah bila ucapan “Selamat Natal” dibarengi dengan keyakinan itu?,
beliau juga berkata ((Nah, kalau demikian, jika seseorang ketika mengucapkannya
tetap murni akidahnya atau mengucapkannya sesuai dengan kandungan “Selamat
Natal” yang Qur’ani, kemudian mempertimbangkan kondisi dan situasi di mana
ia diucapkan—sehingga tidak menimbulkan kerancuan akidah bagi dirinya dan
Muslim yang lain—maka agaknya tidak beralasanlah larangan itu. Adakah yang
berwewenang melarang seseorang membaca atau mengucapkan dan menghayati
satu ayat al-Qur’an?)), demikian perkataan DR Quraisy Syihab.
Kita katakan kalau seandainya kita memahami sebagaimana yang
dipahami oleh DR Qurasiy Syihab boleh mengucapkan "selamat
Natal" yang Qur'ani (sesuai metode Qur'an), maka seharusnya seseorang
tatkala mengucapkan natal berkata demikian "Selamat hari Natal, selamat
kelahiran Nabi Isa yang hanya merupakan seorang hamba Allah yang diberi
Al-Kitab dan dijadikan Nabi oleh Allah dan bukan anak Tuhan".
Bukankah dalam surat Maryam, Nabi Isa setelah mengucapkan
keselamatan atas kelahirannya beliau mengucapkan : “Sesungguhnya aku ini,
hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang
Nabi.”. Beliau ucapkan, karena ucapan beliau ini merupakan bentuk
mukjizat beliau yang masih kecil dalam gendongan akan tetapi bisa
berbicara, dan tidak hanya sekedar diyakini dalam hati.
Penutup :
Demikianlah catatan ringan yang sempat penulis
torehkan tentang fatwa nyleneh DR Quraisy Syihab, yang telah menulis
sebuah buku tafsir, akan tetapi ternyata sangat aneh metode penafsiran
yang beliau lakukan. Semoga Allah memberi hidayah kepadanya dan mengembalikannya
kepada jalan yang lurus.
Sebagai penutup, hendaknya setiap kita merenungkan…buat apa
kita mengucapkan selamat kepada kaum nashrani dengan mengatakan
"Selamat Natal". Sungguh ucapan selamat ini bisa mendatangkan
ketidakselamatan dan mala petaka bagi kita !!. Kita semakin membuat mereka
PeDe dan bangga dengan aqidah yang mereka yakini…
Apakah kita mengirimkan kartu ucapan selamat kepada
orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka :
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (٨٨)لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا
(٨٩)تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا
(٩٠)أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (٩١)وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (٩٢(
Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu
perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu,
dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah
yang Maha Pemurah mempunyai anak, dan tidak layak bagi Tuhan yang
Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.
(QS Maryam : 88-92).
Apakah kita mengirim kartu selamat kepada orang-orang yang
mencaci maki Allah?? Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
كذَّبَني ابنُ آدَمَ وَلَمْ يكُنْ لَهُ ذالِكَ، وشَتَمَني ولَمْ
يَكُنْ لَهُ
ذالِكَ، فأمَّا تَكذِيبُهُ إيَّايَ فَزَعَمَ أَنِّي لاَ أَقْدِرُ أَنْ
أُعِيْدَهُ كَمَا كَانَ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ لِي وَلَدٌ،
فَسُبْحَانِي أَنْ أَتَّخِذَ صَاحِبَةً أَوْ وَلَدًا
"Anak Adam telah mendustakan Aku dan dia tidak boleh
demikian, ia telah mencelaku dan ia tidak boleh demikian. Adapun
pendustaannya terhadapKu maka ia menyangka bahwa Aku tidak mampu
untuk mengembalikannya (membangkitkannya) sebagaimana semula, dan
adapun celaannya kepada-Ku adalah perkataanya bahwa Aku punya anak. Maka
maha suci Aku untuk memiliki istri maupun anak" (HR Al-Bukhari no
4482)
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 21-02-1435 H /
24-12-2013 M Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Sumber:
Silahkan baca info "Lezat":
Berikut Video yang menunjukkan kesalahan PEMAHAMAN YANG HARUS DILURUSKAN dan yang mestinya tidak dilakukan oleh seorang yang di sebut Kiyai Haji: