Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencermati pernyataan berbagai
pihak, khususnya Menteri Kesehatan RI yang menyatakan bahwa produk farmasi
seperti obat dan vaksin tidak perlu disertifikasi walaupun mengandung barang
haram dengan alasan darurat. Pernyataan di atas dapat menimbulkan pemahaman
yang kurang tepat di masyarakat. Oleh karenanya, Dewan Pimpnan Majelis Ulama
Indonesia perlu menyampaikan sikap sebagai berikut:
- Produk farmasi (obat dan vaksin) kedudukannya sama dengan produk pangan yang harus diyakini kehalalannya sebelum dikonsumsi. Bagi umat Islam, meyakini kehalalan suatu produk, termasuk obat dan vaksin sebelum dikonsumsi merupakan bagian dari keyakinan dan keimanannya. Oleh karenanya, sertifikasi produk farmasi (obat dan vaksin) merupakan bagian dari perlindungan terhadap umat Islam agar tidak mengkonsumsi obat-obatan yang haram, sesuai dengan sabda Rasullullah SAW : “tadawau wala tatadawau bil haram (berobatlah kalian, dan janganlah kalian berobat dengan yang haram)”.
- Penggunaan alasan darurat agar obat tidak termasuk dalam produk yang disertifikasi tidaklah tepat, karena konsep darurat menurut ajaran Islam adalah kondisi-kondisi keterdesakan yang bila tidak dilakukan akan dapat mengancam eksitensi jiwa manusia. Dalam konteks penggunaan obat-obatan, yang dimaksud dengan darurat adalah tidak tersedianya obat lain, dan apabila tidak mengkonsumsi obat tersebut bisa menyebabkan kematian atau penyakitnya semakin parah. Namun, dalam kenyataannya terdapat banyak alternatif jenis dan macam obat halal yang tersedia, sehingga tidak semua obat penggunaannya dikategorikan darurat.
- MUI mendorong agar Pemerintah dapat memfasilitasi para pelaku industri untuk menghasilkan produk farmasi (obat dan vaksin) halal dan thayyib melalui kegiatan riset dan pengembangan, sehingga menghasilkan, memproduksi, dan menyediakan produk farmasi halal dimaksud.
- Untuk penjaminan ketenangan batin umat Islam dalam memperoleh produk farmasi (obat dan vaksin) halal, maka MUI mengajak kepada semua pihak agar saling menghormati kompetensi dan kewenangan masing-masing sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksinya). Dalam hal persoalan kehalalan produk merupakan tupoksi dan kewenangan ulama.
Demikian, Siaran Pers ini disampaikan kepada semua pihak
agar menjadikan maklum adanya.
Jakarta, 16 Shafar 1435 H 19 Desember 2013 M
Wassalam,
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
DR. KH. Ma’ruf Amin
HM. Ichwan Sam
Ketua
Sekretaris Jenderal
Sumber:
Surat Edaran Pernyataan MUI Pusat yang didapat dari Sekjen MUI Jatim.
Sumber:
Surat Edaran Pernyataan MUI Pusat yang didapat dari Sekjen MUI Jatim.
Silahkan klik info "Lezat":
Tidak ada komentar:
Posting Komentar